Saya hanya ingin menceritakan
pengalaman berharga yang saya dapatkan hari ini. Bukan dari kampus tempat saya
mencari ilmu. Bukan pula dari dosen yang bergelar doktor. Tetapi dari tempat
dan dari orang yang tak terduga.
Sore
tadi saya pulang kuliah naik angkot. Diterminal ada 2 orang naik angkot yang
sama dengan saya, seorang ibu dan anaknya, yang sepertinya mereka mau pulang
kampung. Pakaian mereka sangatlah sederhana. Memakai kebaya jadul yang sudah
usang, membawa beberapa kantong kresek (menurut saya kantong kresek itu berisi
baju-baju mereka). Saat angkot sudah agak penuh dan mulai meninggalkan
terminal, tak jauh dari terminal mereka memberhentikan angkot, saya kira mereka
mau turun, ternyata ada kerabat mereka yang sudah menunggu di pinggir jalan.
Mereka duduk bertiga bersebelahan. Sambil bercerita, ngalor ngidul, sambil
makan kerupuk sebagai camilan mereka. Saya lihat tak tampak ada raut kesusahan
dalam wajah mereka. Senyum mereka sungguh membuat saya sedih, saya sadar saya
sangat jarang bersyukur atas apa yang sudah saya dapatkan.
Tak
berhenti sampai disitu, saat angkot yang saya tumpangi ngetem, ada (mohon maaf)
pengemis cacat meminta-minta kedalam angkot. Keadaan angkot yang penuh dengan
penumpang, namun mereka hanya mencibir melihat jijk pada pengemis itu. Jujur
saya tidak melihat ada pengemis karena posisi duduk saya berada paling ujung.
Namun saya melihat salahsatu dari ketiga ibu-ibu tadi mengeluarkan uang,
walaupun hanya 2rb. Ibu itu berkata pada penumpang yang paling dekat dengan
pintu keluar: “neng punten
pangmasihankeun ieu ka ujang itu, karunya” (neng maaf ini tolong kasih ke
pengemis itu, kasihan). Sontak saya langsung lihat keluar melalui kaca, saya
kira ibu itu beli jajanan dari tukang asongan.
Subhanallah,
saya benar-benar sadar. Betapa mulianya hati ibu itu. Dengan berbagai
kesederhanaan yang mereka dapatkan, mereka masih bisa tersenyum, tertawa lepas
seperti tanpa beban. Dan yang paling penting mereka masih memiliki rasa
kemanusiaan yang tinggi.
Dunia
memang sudah tak bersahabat lagi. Disaat orang berlomba-lomba menempuh
pendidikan yang tinggi dengan harapan bisa mendapatkan kehidupan yang layak
dikemudian hari. Dimana orang-orang tanpa rasa malu mencuri hak orang lain,
melanggar norma hukum, bahkan melanggar norma agama, hanya untuk memenuhi gaya
hidup hedonisme dan memuaskan nafsu duniawi mereka. Dimana kebanyakan orang
bangga memamerkan kehidupan mewah yang mereka dapatkan dengan cara yang hina.
Sementara banyak pula yang kesusahan mencari nafkah halal, hanya untuk makan
mereka sehari-hari. Jangankan untuk membeli barang-barang mewah, untuk makan
pun mereka harus banting tulang siang dan malam. Tetapi mereka tidak kehilangan
rasa manusiawinya, tidak kehilangan akal sehatnya. Meraka masih bisa memberi
kepada sesama, masih peduli terhadap sesama, tak peduli keadaan mereka
sendiripun seperti apa.
Ternyata
pendidikan tinggi, harta banyak, kehidupan mewah, bukan suatu jaminan bagi
seseorang untuk hidup bahagia. Saya sangat berterimakasih kepada ibu tadi. Saya
mendapat tamparan, seperti diingatkan kembali untuk lebih bersyukur lagi.
Semoga Allah selalu melindungi dan meridhoi ibu.
Yang
saya dapat simpulkan, bahwa jagalah harga diri dan martabat kita sebgai makhluk
yang diberi akal. Gunakan akal pikiran kita untuk menjadi makhluk yang bermanfaat
bukan hanya untuk diri sendiri saja, tetapi bermanfaat untuk orang lain juga.
Bandung, 7 September
2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar